Sistem Perwakilan di Indonesia Perspektif Keberadaan MPR RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

  • by

Sistem Perwakilan di Indonesia Perspektif Keberadaan MPR RI dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

perwakilan daerahSalah satu agenda penting yang menjadi perhatian dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pasca perubahan UUD 1945 diantaranya adalah tentang implementasi sistem perwakilan di Indonesia. Perubahan UUD 1945 dianggap menjadi kerangka reformasi kelembagaan dalam mengawal konsolidasi demokrasi di Indonesia. Perubahan yang dimulai pada tahun 1999 sampai dengan Tahun 2002, secara substansial telah mengubah sistem Ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Pertama, mereposisi sistem perwakilan di Indonesia, mengintrodusir dan mengakomodasi Institusi-institusi baru yang melaksanakan cabang-cabang kekuasaan Negara, proses sirkulasi kekuasaan langsung oleh rakyat dan pembagian kekuasaan secara vertikal antara Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah dengan pemberian otonomi daearah. Hal tersebut sebenarnya sebagai respon terhadap penyelenggaraan Negara yang sudah berlangsung, selama 30 tahun lebih, yang sentralistik dan otoritarian. Kedua, dari 37 Pasal UUD 1945 yang asli , hanya 5 Pasal yang tidak disetuh perubahan, yaitu Pasal 4 tentang Kekuasaan Pemerintahan, Pasal 10 tentang Presiden memegang kekuasaan atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara, Pasal 12 tentang Presiden menyatakan keadaan bahaya, Pasal 29 tentang agama dan Pasal 35 tentang Bendera.

Namun demikian perubahan-perubahan yang menyangkut tentang sistem perwakilan di Indonesia belum membawa kepada satu sistem yang normal, hal tersebut disebabkan karena belum jelasnya sistem perwakilan yang dianut. Dalam konteks sistem perwakilan modern yang dianut oleh Negara-negara demokrasi di dunia hanya ada dua sistem perwakilan yaitu Unicameral system (sistem satu kamar) dan Bicameral system (sistem dua kamar). Unicameral system adalah sistem perwakilan di mana struktur organisasi yang ada dalam badan perwakilan rakyat hanya satu badan atau satu kamar saja. Sementara dalam Bicameral system strutur organisasi yang ada dalam badan perwakilan rakyat terdiri dari dua badan ataupun kamar dengan fungsinya masing-masing.

Selama ini ada persepsi yang menyatakan bahwa persoalan sistem perwakilan yang diterapkan selalu dikaitkan dengan bentuk Negara yang dianut. Negara yang bentuk negaranya kesatuan maka secara otomatis sistem perwakilannya unikameral, sedangkan Negara yang sistem perwakilannya bikameral maka bentuk negaranya federasi. Persepsi semacam itu kalau kemudian ditelaah secara cermat sesungguhnya tidak selalu benar. Sebagai illustrasi beberapa Negara yang bentuk negaranya kesatuan seperti Perancis, Inggris, Philipina dan Thailand sistem perwakilan yang dianutnya adalah bicameral system, begitu juga Negara yang bentuk neganranya Federasi akan tetapi sistem perwakilannya unicameral adalah Venezuela berdasarkan konstitusi Tahun 1999 dan Negara komoro sebelum tahun 1999. jadi jelas penerapan sistem perwakilan lebih pada pertimbangan kebutuhan akan badan perwakilan dalam sebuah Negara untuk menjalankan fungsinya dengan baik.

Dalam kontek sistem perwakilan di Indonesia pasca perubahan UUD 1945, secara kelembagaan sesungguhnya sudah terdiri dari dua badan yaitu DPR dan DPD, sama seperti halnya di Belanda terdiri dari de Eerste Kamer (perwakilan daerah) dan de Tweede Kamer (perwakilan seluruh rakyat), di Perancis terdiri dari National Assembly dan Senat, di Amerika Serikat terdiri dari House of representatives dan Senat. Dari dua kamar atau badan tersebut masing-masing mempunyai otoritas yang sebangun dalam pembentukan Undang-undang, sehingga terjadi mekanisme checks and balances serta menghindari terjadinya monopoli dalam pembuatan Undang-undang, untuk itu Undang-undang yang dihasilkan oleh lembaga legislatur akan lebih baik.

Dalam pengisian jabatannya DPR yang merupakan representasi kepentingan politik maupun DPD merupakan representasi kepentingan daearah, dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan umum. Maka badan perwakilan rakyat di Indonesia terdiri dari DPR dan DPD. Namun demikian kemudian paradoks memang apa yang terjadi dalam sistem perwakilan di Republik ini setelah perubahan UUD 1945, meskipun sudah ada ada dua lembaga dalam Badan Perwakilan Rakyat yaitu DPR dan DPD akan tetapi dalam hal otoritas terjadi disparitas fungsioanal. Karena wewenang yang dimiliki oleh DPD hanya sebagai badan pelengkap. Sebab secara implisit, kedudukan DPD di bawah DPR. Maka bagaimana mungkin akan terjadi prinsip checks and balances system ataupun menghindari monopoli dalam pembentukan Undang-undang, sementara DPD hanya dapat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) berkaitan dengan hal-hal tertentu kepada DPR, akan tetapi dalam pembentukan UU tidak diikutsertakan.

Hal lain yang menjadi Paradoks dalam sistem perwakilan di Indonesia adalah terlembagakannya MPR menjadi badan yang berdiri sendiri seperti halnya DPR dan DPD, sistem perwakilan di Indonesia kemudian berbeda dengan apa yang lazim diterapkan oleh Negara-negara Demokrasi. Pasalnya, baik di Belanda (Staten General), Perancis (Parlemen) maupun di Amerika Serikat (Kongres), dalam hal pertemuan dua badan tersebut tidak menjadi badan tersendiri ataupun terlembagakan, akan tetapi sifatnya menjadi sebatas joint session (sidang gabungan) dan setelah selesai membubarkan diri. Sehingga, dengan demikian adanya tiga badan dalam sistem perwakilan di Indonesia, bisa dikatakan sebagai tiga kamar yaitu DPD,DPR dan MPR. Dengan demikian, relevansi dengan teori sistem perwakilan di negara-negara demokrasi, maka Indonesia tidak menganut keduanya, artinya tidak Unikameral dan juga bukan Bikameral, sering dikatakan bahwa sistem perwakilan di Indonesia pasca perubahan UUD 1945, tanpa ‘kelamin’

Agenda Perbaikan Sistem Perwakilan di Indonesia

Agenda penting yang menjadi perhatian dalam sistem perwakilan di Indonesia ke depan adalah tidak saja hanya dengan memperkuat tugas dan wewenang DPD, seperti yang memang selama ini disuarakan oleh banyak orang termasuk Ketua DPD- RI Irman Gusman, namun demikian juga kiranya perlu diperjelas sistem perwakilan yang dianut Republik ini, yaitu apakah Unikameral atau Bikameral sistem, sehingga eksistensinya secara politik ataupun kepentingan daerah akan mampu menjawab persoalan-persoalan yang dibutuhkan oleh rakyat, melalaui fungsi yang dimiliki oleh badan perwakilan rakyat, yaitu sebagai pembentuk Undang-undang atau fungsi legislasi dan fungsi pengawasan.

Sebab tetap saja akan menjadi paradok jika saja DPD, tugas dan wewenangnya dimaksimalkan akan tetapi kemudian tidak mempertegas sistem perwakilannya, dalam kontek ini jika MPR tetap mempunyai lingkungan jabatan dan wewenang tersendiri dalam arti lain MPR tetap menjadi lembaga permanen. Sehingga tetap saja dalam badan perwakilan rakyat di Indonesia terdiri dari DPD, DPR dan MPR.

Sementara itu kalau dilihat MPR hasil perubahan UUD 1945, mengalami perubahan yang signifikan baik dalam dalam kontek kedudukannya sebagai lembaga negara ataupun tugas dan wewenangnya, kalau sebelum perubahan UUD 1945, MPR dikatakan sebagai lembaga tertinggi negara, namun setelah dilakukannya perubahan, MPR menjadi lembaga tinggi negara sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya (baca; Presiden, DPR, MA, BPK, DPD, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi).

Fungsi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden sudah bukan lagi menjadi wewenang MPR karena rakyat yang langsung memilihnya, selain itu menetapkan GBHN juga dihapus karena apa yang menjadi kerangka untuk pembangunan lima tahun adalah program kerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih berdasarkan janji pada kampanyenya. Praktis MPR berdasarkan ketentuan UUD 1945 setelah perubahan mempunyai otoritas yang hanya meliputi, melantik Presiden dan Wakil Presiden, mengubah UUD 1945, meng-impeachment Presiden dan Wakil Presiden, memilih pengganti Wakil Presiden dan memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan secara bersamaan, dari beberapa tugas dan wewenang tersebut ada yang sifatnya rutin dilaksanakan dan juga ada yang sifatnya tidak rutin.

Kalau dilihat dari kedudukannya yang sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya dan beberapa kewenangan yang dimilikinya hilang, dan yang terpenting adalah kelaziman sebagai negara demokrasi, dalam menerapkan sistem perwakilan yang dianutnya, maka kebutuhan untuk mempertegas sistem perwakilan di Indonesia sepatutnya dijadikan sebagai agenda menyempurnakan sistem perwakilan di Indonesia. Oleh karenanya, tidak perlu tabu untuk mengubah mind set yang selama ini berlaku bahwa sesungguhnya bentuk negara yang dianut tidak mempunyai korelasi dengan sistem perwakilan yang akan diterapkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *